Gambar I : gambar pemandangan sampah di sungai salah satu desa di Peulumat |
Oknum masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dengan berbagai alasan. Diantaranya, membuang sampah ke sungai dinilai lebih praktis dan gratis, sehingga mereka lebih suka membuang sampah ke sungai dan juga kurangnya sarana tempat pembuangan sampah, serta karna memang sudah menjadi kebiasaan. Oleh karena alasan alasan tersebut sehingga menyebabkan oknum masyarakat banyak membuang sampah ke sepanjang aliran sungai hingga lingkungan sungai tercemari
Sebuah desa yang terletak di Kecamatan Labuhanhaji Timur, Aceh Selatan, Indonesia. lebih tepatnya di sebuah kawasan desa yang bernama Peulumat, mengalami masalah yang sudah bertahun tahun terjadi.
Mereka membuang segala jenis sampah di sepanjang aliran sungai. Bukan karna ketidaksadaran dalam membuang sampah ke alam, namun karna kurangnya fasilitas yang memadai atau ketiadannya tempatpembuangan sampah di Desa tersebut (Desa Peulumat)
“Tempat pembuangan sampah sebenarnya ada tapi belum berlaku di daerah kita ini (Peulumat), dan juga pula disini kita tidak memiliki sarana untuk membawa sampah sampah ke TPS” Kata seorang Bapak-Bapak penduduk asli desa Peulumat.
“Sejak dari bertahun tahun lalu, memang tempat pembuangan sampah masyarakat adalah disungai, selama ini memang tidak pernah ada cara lain untuk membuang sampah selain dibuang di sungai atau terkadang sesekali dibakar, dan yang meresahkannya adalah ketika terjadi banjir, maka banyak sampah yang terbawa kembali ke lingkungan rumah warga” kata seorang Nenek di Desa Peulumat. Selain dibuangnya ke sungai, warga tidak punya pilihan lain untuk mengatasi masalah sampah tersebut, jika dibakar maka akan mencemari udara, jika di tanam, maka banyaknya sampah anorganik, membuat pilihan itu cukup sulit, kecuali sampah organik. Harapan masyarakat ialah adanya penanganan dari pemerintah karna menumpuknya sampah di perairan sungai tentunya menimbulkan banyaknya dampak negatif, baik dampak bagi masyarakat dan juga eksosistem sungai itu sendiri.
Penulis: Husna Sastia
Posting Komentar